Rabu, 03 Oktober 2012

Tanjungpinang Dijaga F16 dan Rudal

Mayor Lek Budi
Dari 17 Satuan Radar di Indonesia, Satuan Radar 213 Kepulauan Riau termasuk memiliki peralatan radar tercanggih. Selain pesawat tempur F-16 block 52, di pertengahan 2012 mendatang, Satrad ini akan dilengkapi peralatan rudal yang dapat mengamankan ibu kota. Panglima Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional (Pangkosekhanudnas) I, Marsekal Pertama TNI M Barkah,menyampaikan ada penambahan rudal itu usai serah terima jabatan Dansatrad 213 dari Letkol Lek Wichid Alchamdani Zen kepada Mayor Lek Budi, Rabu (7/12) di Markas Satrad 213 di Sri Bintan, Teluk Sebong.
Menurut Barkah, peralatan radar di Kepulauan Riau sudah paling bagus karena dapat memantau penerbangan baik lokal maupun internasional dengan jarak 240 meter per mil.
‘’Kita bekerja sama dengan Singapura dan lainnya. Jadi bila radar sipil tidak terpantau maka akan terpantau dengan radar militer,” tuturnya.
Bila ada pesawat tak berizin, Satuan Radar akan melakukan prosedur yang sudah ada. Seperti mengingatkan untuk kembali ke jalurnya. Tapi, bisa juga dilakukan pengusiran melalui radio dan jika tidak digubris bisa diterbangkan pesawat F-16.
‘’Namun, bila masuk tidak teridentifikasi, maka sasaran tersebut akan diserahkan ke Kosek II,” terang Barkah sembari menambahkan kalau di kawasan timur TNI memiliki Sukhoi.
Ditanya rencana penambahan personel di Satuan Radar 213 Kepri, menurutnya belum perlu. ‘’Personelnya tetap hanya profesionalisme kita tingkatkan lagi,’’ ungkap
Pangkosekhanudnas I mengimbau kepada Satuan Radar 213 lebih meningkatkan menjaga wilayah karena sangat strategis dan berdekatan dengan negara lain.
Sertijab Dansatrad
Serah terima jabatan Komandan Satuan Radar 213 dilakukan kemarin, dari Letkol Lek Wichid Alchamdani Zen kepada Mayor Lek Budi. Mayor Lek Budi sebelumnya menjabat di Pusat Operasi Komando Pertahanan Udara di Jakarta, sedangkan Letkol Lek Wichid Alchamdani Zen akan menjabat sebagai Direktur Diklat di Surabaya.
Pergantian jabatan dikatakan merupakan suatu hal yang dinamis dan merupakan sebuah penyeragan di sebuah organisasi. Namun dari pergantian itu, yang terpenting adanya peningkatan kinerja untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
Mayor Lek Budi yang baru diangkat menjadi Komandan Satuan Radar 213 mengatakan, ia bertekad akan menambah jam operasi Satuan Radar 213 Kepri dari 1/2 hari atau 12 jam menjadi 18 jam.
‘’Jam penerbangan akan kita tambah karena jalur penerbangan semakin banyak,” tegasnya.
Hadir dalam serah terima, Bupati Bintan Ansar Ahmad, Ketua DPRD Bintan Lamen Sarihi, Kapolres Bintan AKBP Octo Budhi Prasetyo S,ik dan Kadis UKM, Koperasi dan Perindag Dioan Nusa serta pejabat lainnya yang ada di Tanjungpinang.(noc)

Minggu, 30 September 2012

USAHA PERIKANAN

La Ode dan Kadisnaker Bintan Hasfarizal Handra menunjukan ratusan tripang yang telah dipanen dari penangkaran tengah laut
La Ode Tertantang ketika Uji Coba Pemerintah Gagal Kamis pagi (27/9), La Ode MA sudah bergegas menuju perahu penyeberangan (Pokcai) Selat Bintan I ke Selat Bintan II yang terparkir sejak beberapa jam sebelumnya. La Ode langsung mengeluarkan beberapa lembar uang Rp50 ribuan dan menyerahkan kepada pemilik Pokcai tersebut. Sekali lagi La Ode memastikan agar Pokcai disewa untuk membawa rombongan pejabat Bintan ke tempat keramba yang diolahnya.
YUSFREYENDI – Bintan
Hampir pukul 09.30 wib, La Ode masih duduk di atas kapal motor (pompong) kecilnya sambil menatap ke arah Pokcai. Di atas gubuk keramba Teripang, La Ode merasa gundah ketika Pokcai belum menuju ke arahnya. Itu pertanda, rombongan pejabat Bintan belum datang. Handphone di tangan kanannya langsung berdering, sebuah nomor tidak dikenal muncul. Namun, panggilan itu langsung diterima La Ode. Hanya beberapa patah kata, La Ode langsung menuju ke pantai Selat Bintan I dengan menggunakan pompong ukuran 3 GT dengan kapasitas muatan sekitar 5 orang.
Meski yang datang hanya Kepala Dinas Tenaga Kerja Bintan, Hasfarizal Handra, wajah La Ode tampak ceria. Pompong yang dibawanya langsung ditambat di pelabuhan rakyat (pelantar) kayu yang hampir reot. Pompong langsung oleng ketika Hasfarizal Handra menginjakan kakinya di bagian depan. Sedikitpun tidak terlihat ada penyesalan dari wajah La Ode, meskipun hanya beberapa orang tamu yang datang. La Ode tidak lagi berharap Pokcai yang disewa mendatangi kerambanya.
“Jangan kuatir pak, pompong dijamin aman menuju keramba teripang kami,” sebut La Ode yang sudah mengenal Hasfarizal ketika masih menjadi anggota Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (SP3) tahun lalu.
Dengan muatan 6 orang penumpang, pompong kecil La Ode langsung menuju ke arah keramba budidaya teripang yang biasa disebut masyarakat pribumi Bintan dengan Gamat tersebut. Tidak sampai 15 menit, pompong sudah berada sekitar 1 mil dari bibir pantai. Saat itu pula, pompong sudah berada di atas keramba budidaya teripang yang dikelola La Ode. Belum berpindah tempat dari pompong, La Ode justru membuka bajunya sambil mengambil kaca mata selam. Dengan hati-hati agar pompong tidak tenggelam, La Ode si pria lajang itu menelusuri pinggiran perahu. Tidak terlalu sulit, La Ode langsung menyelam ke dasar laut.
Tidak sampai satu menit, La Ode kembali ke permukaan laut sambil tertawa kecil. Di tangannya terlihat beberapa ekor teripang dengan ukuran masing-masing 800 gram. Usai menyerahkan teripang ke tangan Kadisnaker Bintan, La Ode kembali menyelam. Tanpa disadari, ratusan ekor teripang sudah dipanen. Jika dihitung hampir mencapai 300 kg teripang basah diperlihatkan La Ode kepada Hasfarizal.
Usai mandi air tawar, La Ode kembali tersenyum. Ia hanya bisa menunjukan batas keramba teripang ukuran 22 x 16 meter yang ada di gubuk kecilnya. Dari luas keramba yang ada, pria dengan rambut gondrong tersebut hanya menjelaskan jika lokasi itu dibagi menjadi 3 blok. Blok pertama untuk pembibitan awal dengan ukuran berat Teripang 20-80 gram. Sedangkan blok kedua untuk pemeliharaan atau pembesaran dengan bobot Teripang 150-250 gram. Sementara, blok ketiga untuk pembesaran Teripang yang siap panen dengan bobot di atas 500 gram.
La ode tertawa kecil tatkala dikatakan sebagai sarjana perikanan yang benar-benar mengetahui dan tertarik untuk membudidayakan Teripang atau Gamat di Selat Bintan I Desa Pengujan Kecamatan Teluk Bintan tersebut. Tanpa malu-malu La Ode menyatakan dirinya merupakan Sarjana Ilmu Pemerintahan STISPOL Tanjugpinang. Dari sisi ilmu, gelar SSos yang disandang La Ode benar-benar tidak ada kaitannya dengan budidaya teripang.
“Saya tertantang mencoba budidaya Teripang karena Pemkab Bintan sudah dua kali mengalami kegagalan ujicoba budidaya sebelumnya. Sementara, potensi Teripang di Bintan sangat besar. Jenis Teripang Pasir yang ada di Bintan memiliki nilai ekonomis yang tinggi,” tuturnya kepada Tanjungpinang Pos.
Niat La Ode dalam membudidayakan teripang Pasir tidak hanya sekedar obrolan kosong disaat ujicoba yang dilakukan pemerintah gagal. La ode mendatangkan sahabatnya lulusan Universitas Hasanuddin (Unhas) Makasar-Sulsel. Dari sang sahabat, La ode mengetahui bagaimana melakukan budidaya yang tepat untuk Teripang. Mulai dari penyediaan keramba, pengumpulan bibit, pemberian pakan mikro organisme, perawatan dan pemberian vitamin dilakukan dengan telaten.
Tanpa disadari, kini ujicoba budidaya teripang itu sudah berjalan 8 bulan. Hanya saja, bibit dari ujicoba yang dilakukan La Ode masih dari pengumpulan masyarakat nelayan setempat. Selama satu siklus budidaya Teripang itu, kini La Ode sudah menjual 400 Teripang dengan tingkat kegagalan budidaya hanya 1 persen. Dari 400 ekor Teripang yang dipanen sekarang, La Ode memperkirakan akan menghasilkan kurang lebih 300 kg Teripang basah.
Teripang tersebut akan diolah lagi dengan melakukan perebusan dengan daun mengkudu atau pepaya untuk menghilangkan zat kapur. Selanjutnya, Teripang dijemur sampai dengan kadar air rendah. Diperkirakan, La Ode akan menjual antara 15 sampai dengan 17 kg Teripang kering. Saat ini penadah lokal masih membeli teripang kering dengan harga Rp1,5 juta per kilogram.
“Minimal saya akan terima hasil penjualan Teripang kering sekitar Rp22,5 juta. Kalau cost yang dikeluarkan selama membudidaya teripang ini, sekitar 25 persen dari harga jual itu. Saya sudah hitung-hitung, budidaya teripang lebih untung dibandingkan budidaya ikan kerapu,” sebut La Ode.
Soalnya, jika budidaya dijalani secara profesional, setiap satu meter persegi diisi 5 ekor Teripang. Dengan keramba ukuran 22 x 16 meter, minimal bisa membudidayakan sebanyak 4.000 teripang atau 10 kali lipat dibandingkan ujicoba yang dijalani La Ode sekarang. Dari 4.000 ekor teripang bisa menghasilkan uang sedikitnya Rp220 juta per satu siklus Teripang atau satu tahun. Untuk mendapatkan keuntungan lebih besar, teripang kering lebih memiliki nilai ekonomis jika diekspor ke Singapura. Harga jual teripang kering di Singapura saat ini berkisar Rp4 juta per kilogram atau lebih dari dua kali lipat dari harga jual lokal.
Di Selat Bintan, tingkat kematian Teripang sangat rendah. Bahkan lebih meringankan dalam pemberian pakan pada saat angin dan gelombang kuat. Teripang akan lebih cepat jika air laut bergelombang, karena makanan mikro organisme tersedia dari lumpur. Beda dengan Kerapu yang justru akan mati atau menderita sakit disaat air laut kerut.
“Saya belum menentukan sikap apakah akan melanjutkan budidaya Teripang ini atau sampai ujicoba sekarang saja. Saya butuh modal dan melihat respon dari pemerintah daerah dulu,” ujar La Ode.
Tanpa terasa, bayangan matahari sudah di atas kepala. Pompong La Ode kembali merapat ke bibir pantai guna mengantar Kepala Hasfarizal Handra. Dari tatapan mata La Ode jelas terlihat puas dengan kunjungan pejabat Pemkab Bintan tersebut. Tidak cukup di atas pelantar kayu Selat Bintan I, La Ode alumni SMP Sri Bintan dan MAN Tanjungpinang itu melambaikan tangan sampai mobil dinas pemerintah menghilang di antara kebun kelapa masyarakat pesisir Teluk Bintan tersebut.
Hasfarizal Handra mengatakan, Teripang memiliki pangsa pasar yang cukup tinggi di Singapura maupun di daerah lokal. Pasalnya, hewan laut langka tersebut banyak khasiat dan mengandung protein yang sangat tinggi. Di Singapura, Teripang kering tidak saja diolah menjadi makanan di perhotelan mewah. Lebih dari itu, Teripang dijadikan bahan baku untuk obat-obatan dan konsumen kesehatan lainnya.
“Pemkab Bintan berharap teripang akan menjadi potensi yang dikembangkan ke depan. Selain memberikan nilai ekonomis bagi nelayan, juga membuka peluang kerja,” demikian Hasfarizal Handra. ***

Kamis, 20 September 2012

Berita Tanjungpinang


Mobil Tahanan Jaksa Terbalik
Diposting oleh admin pada 20 September, 2012 0 Comment
5 Orang Luka-Luka
Mobil tahanan milik Kejaksaan Negeri Tanjungpinang mengalami kecelakaan dahsyat di Kilometer 13 Tanjungpinang sekitar pukul 14.00 WIB, Rabu (19/9). Diduga, mini bus tersebut kehilangan kendali dengan kondisi jalan yang licin akibat diguyur hujan. Akibatnya, mobil terbalik dan bagian depannya hancur. Lima penumpangnya mengalami luka-luka. Kecelakaan ini juga melibatkan mobil Toyota Kijang yang juga mengalami rusak berat.
Kepala Unit Kecelakaan Lalu Lintas Polres Tanjungpinang Iptu Fiska Ananda saat dijumpai di lokasi kejadian mengatakan, kecelakaan ini berawal saat mobil tahanan
bergerak dari arah dalam kota menuju ke Kantor Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau. Di dalam minibus tersebut terdapat lima orang penumpang.
Lima orang tersebut yakni Sumarno (26), Dwhikhi (21), penjaga tahanan, Oky (26), Sofyan, dan dokter Tajri. Kelimanya saat ini masih menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Provinsi Kepulauan Riau. Informasi yang diperoleh, Sumarno adalah sopir mobil tahanan tersebut. Hingga berita ini diturunkan, kondisi Sumarno belum diketahui.
Sementara itu, dua penjaga tahanan, Dwikhi dan Oky mengalami luka ringan, Sofyan mengalami luka berat, dan dokter Tajri masih dalam observasi. Sementara itu, pengemudi mobil Kijang hingga berita ini ditulis belum diketahui keberadaannya.
Pantauan Tanjungpinang Pos, mobil tahanan dalam kondisi terbalik hingga menimpa mobil dari arah berlawanan. Pembatas jalan juga mengalami rusak berat dengan jarak yang hampir berdekatan. Mobil Toyota Kijang terlihat ringsek pada bagian depan. Kondisi jalan masih terlihat basah akibat diguyur hujan.
Menurut beberapa warga dan pengendara yang menyaksikan kejadian tersebut, minibus bertuliskan mobil tahanan kejaksaan itu terbalik setelah menabrak pembatas jalan dan lalu terguling sebanyak dua kali. Pada saat yang bersamaan, dari arah berlawanan terlihat mobil Toyota Kijang LGX BP 1410 T melintas. Mobil minibus yang terguling dua kali hingga menimpa bagian mobil sebelah kanan hingga remuk.
Di ruang unit gawat darurat RSUP sejumlah pegawai kejaksaan terlihat berdatangan. Salah satunya, Henry Yulianto, jaksa penuntut umum dari dua terdakwa korupsi alat kesehatan Kabupaten Anambas. Ia mengungkapkan, dua terdakwa baru saja diperiksa di kantor Kejaksaan Negeri Tanjungpinang sebagai saksi atas satu buronan dalam kasus yang sama.
“Karena mereka sudah selesai menjalani pemberkasan, maka keduanya kami kembalikan ke Kejati,” katanya.
Beberapa menit kemudian, Henry mendapat kabar bahwa mobil tahanan yang membawa dua terdakwa korupsi tadi terbalik. Pada saat yang bersamaan, istri dari dokter Tajri, Endang datang bersama anaknya. Endang mendapat kabar jika mobil yang ditumpangi suaminya terbalik.“Kabar yang saya dapat, bapak saat ini sedang menjalani ronsen. Beliau punya penyakit jantung,” ujarnya. ***