Minggu, 30 September 2012

USAHA PERIKANAN

La Ode dan Kadisnaker Bintan Hasfarizal Handra menunjukan ratusan tripang yang telah dipanen dari penangkaran tengah laut
La Ode Tertantang ketika Uji Coba Pemerintah Gagal Kamis pagi (27/9), La Ode MA sudah bergegas menuju perahu penyeberangan (Pokcai) Selat Bintan I ke Selat Bintan II yang terparkir sejak beberapa jam sebelumnya. La Ode langsung mengeluarkan beberapa lembar uang Rp50 ribuan dan menyerahkan kepada pemilik Pokcai tersebut. Sekali lagi La Ode memastikan agar Pokcai disewa untuk membawa rombongan pejabat Bintan ke tempat keramba yang diolahnya.
YUSFREYENDI – Bintan
Hampir pukul 09.30 wib, La Ode masih duduk di atas kapal motor (pompong) kecilnya sambil menatap ke arah Pokcai. Di atas gubuk keramba Teripang, La Ode merasa gundah ketika Pokcai belum menuju ke arahnya. Itu pertanda, rombongan pejabat Bintan belum datang. Handphone di tangan kanannya langsung berdering, sebuah nomor tidak dikenal muncul. Namun, panggilan itu langsung diterima La Ode. Hanya beberapa patah kata, La Ode langsung menuju ke pantai Selat Bintan I dengan menggunakan pompong ukuran 3 GT dengan kapasitas muatan sekitar 5 orang.
Meski yang datang hanya Kepala Dinas Tenaga Kerja Bintan, Hasfarizal Handra, wajah La Ode tampak ceria. Pompong yang dibawanya langsung ditambat di pelabuhan rakyat (pelantar) kayu yang hampir reot. Pompong langsung oleng ketika Hasfarizal Handra menginjakan kakinya di bagian depan. Sedikitpun tidak terlihat ada penyesalan dari wajah La Ode, meskipun hanya beberapa orang tamu yang datang. La Ode tidak lagi berharap Pokcai yang disewa mendatangi kerambanya.
“Jangan kuatir pak, pompong dijamin aman menuju keramba teripang kami,” sebut La Ode yang sudah mengenal Hasfarizal ketika masih menjadi anggota Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (SP3) tahun lalu.
Dengan muatan 6 orang penumpang, pompong kecil La Ode langsung menuju ke arah keramba budidaya teripang yang biasa disebut masyarakat pribumi Bintan dengan Gamat tersebut. Tidak sampai 15 menit, pompong sudah berada sekitar 1 mil dari bibir pantai. Saat itu pula, pompong sudah berada di atas keramba budidaya teripang yang dikelola La Ode. Belum berpindah tempat dari pompong, La Ode justru membuka bajunya sambil mengambil kaca mata selam. Dengan hati-hati agar pompong tidak tenggelam, La Ode si pria lajang itu menelusuri pinggiran perahu. Tidak terlalu sulit, La Ode langsung menyelam ke dasar laut.
Tidak sampai satu menit, La Ode kembali ke permukaan laut sambil tertawa kecil. Di tangannya terlihat beberapa ekor teripang dengan ukuran masing-masing 800 gram. Usai menyerahkan teripang ke tangan Kadisnaker Bintan, La Ode kembali menyelam. Tanpa disadari, ratusan ekor teripang sudah dipanen. Jika dihitung hampir mencapai 300 kg teripang basah diperlihatkan La Ode kepada Hasfarizal.
Usai mandi air tawar, La Ode kembali tersenyum. Ia hanya bisa menunjukan batas keramba teripang ukuran 22 x 16 meter yang ada di gubuk kecilnya. Dari luas keramba yang ada, pria dengan rambut gondrong tersebut hanya menjelaskan jika lokasi itu dibagi menjadi 3 blok. Blok pertama untuk pembibitan awal dengan ukuran berat Teripang 20-80 gram. Sedangkan blok kedua untuk pemeliharaan atau pembesaran dengan bobot Teripang 150-250 gram. Sementara, blok ketiga untuk pembesaran Teripang yang siap panen dengan bobot di atas 500 gram.
La ode tertawa kecil tatkala dikatakan sebagai sarjana perikanan yang benar-benar mengetahui dan tertarik untuk membudidayakan Teripang atau Gamat di Selat Bintan I Desa Pengujan Kecamatan Teluk Bintan tersebut. Tanpa malu-malu La Ode menyatakan dirinya merupakan Sarjana Ilmu Pemerintahan STISPOL Tanjugpinang. Dari sisi ilmu, gelar SSos yang disandang La Ode benar-benar tidak ada kaitannya dengan budidaya teripang.
“Saya tertantang mencoba budidaya Teripang karena Pemkab Bintan sudah dua kali mengalami kegagalan ujicoba budidaya sebelumnya. Sementara, potensi Teripang di Bintan sangat besar. Jenis Teripang Pasir yang ada di Bintan memiliki nilai ekonomis yang tinggi,” tuturnya kepada Tanjungpinang Pos.
Niat La Ode dalam membudidayakan teripang Pasir tidak hanya sekedar obrolan kosong disaat ujicoba yang dilakukan pemerintah gagal. La ode mendatangkan sahabatnya lulusan Universitas Hasanuddin (Unhas) Makasar-Sulsel. Dari sang sahabat, La ode mengetahui bagaimana melakukan budidaya yang tepat untuk Teripang. Mulai dari penyediaan keramba, pengumpulan bibit, pemberian pakan mikro organisme, perawatan dan pemberian vitamin dilakukan dengan telaten.
Tanpa disadari, kini ujicoba budidaya teripang itu sudah berjalan 8 bulan. Hanya saja, bibit dari ujicoba yang dilakukan La Ode masih dari pengumpulan masyarakat nelayan setempat. Selama satu siklus budidaya Teripang itu, kini La Ode sudah menjual 400 Teripang dengan tingkat kegagalan budidaya hanya 1 persen. Dari 400 ekor Teripang yang dipanen sekarang, La Ode memperkirakan akan menghasilkan kurang lebih 300 kg Teripang basah.
Teripang tersebut akan diolah lagi dengan melakukan perebusan dengan daun mengkudu atau pepaya untuk menghilangkan zat kapur. Selanjutnya, Teripang dijemur sampai dengan kadar air rendah. Diperkirakan, La Ode akan menjual antara 15 sampai dengan 17 kg Teripang kering. Saat ini penadah lokal masih membeli teripang kering dengan harga Rp1,5 juta per kilogram.
“Minimal saya akan terima hasil penjualan Teripang kering sekitar Rp22,5 juta. Kalau cost yang dikeluarkan selama membudidaya teripang ini, sekitar 25 persen dari harga jual itu. Saya sudah hitung-hitung, budidaya teripang lebih untung dibandingkan budidaya ikan kerapu,” sebut La Ode.
Soalnya, jika budidaya dijalani secara profesional, setiap satu meter persegi diisi 5 ekor Teripang. Dengan keramba ukuran 22 x 16 meter, minimal bisa membudidayakan sebanyak 4.000 teripang atau 10 kali lipat dibandingkan ujicoba yang dijalani La Ode sekarang. Dari 4.000 ekor teripang bisa menghasilkan uang sedikitnya Rp220 juta per satu siklus Teripang atau satu tahun. Untuk mendapatkan keuntungan lebih besar, teripang kering lebih memiliki nilai ekonomis jika diekspor ke Singapura. Harga jual teripang kering di Singapura saat ini berkisar Rp4 juta per kilogram atau lebih dari dua kali lipat dari harga jual lokal.
Di Selat Bintan, tingkat kematian Teripang sangat rendah. Bahkan lebih meringankan dalam pemberian pakan pada saat angin dan gelombang kuat. Teripang akan lebih cepat jika air laut bergelombang, karena makanan mikro organisme tersedia dari lumpur. Beda dengan Kerapu yang justru akan mati atau menderita sakit disaat air laut kerut.
“Saya belum menentukan sikap apakah akan melanjutkan budidaya Teripang ini atau sampai ujicoba sekarang saja. Saya butuh modal dan melihat respon dari pemerintah daerah dulu,” ujar La Ode.
Tanpa terasa, bayangan matahari sudah di atas kepala. Pompong La Ode kembali merapat ke bibir pantai guna mengantar Kepala Hasfarizal Handra. Dari tatapan mata La Ode jelas terlihat puas dengan kunjungan pejabat Pemkab Bintan tersebut. Tidak cukup di atas pelantar kayu Selat Bintan I, La Ode alumni SMP Sri Bintan dan MAN Tanjungpinang itu melambaikan tangan sampai mobil dinas pemerintah menghilang di antara kebun kelapa masyarakat pesisir Teluk Bintan tersebut.
Hasfarizal Handra mengatakan, Teripang memiliki pangsa pasar yang cukup tinggi di Singapura maupun di daerah lokal. Pasalnya, hewan laut langka tersebut banyak khasiat dan mengandung protein yang sangat tinggi. Di Singapura, Teripang kering tidak saja diolah menjadi makanan di perhotelan mewah. Lebih dari itu, Teripang dijadikan bahan baku untuk obat-obatan dan konsumen kesehatan lainnya.
“Pemkab Bintan berharap teripang akan menjadi potensi yang dikembangkan ke depan. Selain memberikan nilai ekonomis bagi nelayan, juga membuka peluang kerja,” demikian Hasfarizal Handra. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar