Teripang Lebih Untung Dibanding Kerapu
Diposting oleh admin pada 28 September, 2012
La Ode dan Kadisnaker Bintan Hasfarizal Handra menunjukan ratusan tripang yang telah dipanen dari penangkaran tengah laut
La Ode Tertantang ketika Uji Coba Pemerintah Gagal
Kamis pagi (27/9), La Ode MA sudah bergegas menuju perahu
penyeberangan (Pokcai) Selat Bintan I ke Selat Bintan II yang terparkir
sejak beberapa jam sebelumnya. La Ode langsung mengeluarkan beberapa
lembar uang Rp50 ribuan dan menyerahkan kepada pemilik Pokcai tersebut.
Sekali lagi La Ode memastikan agar Pokcai disewa untuk membawa rombongan
pejabat Bintan ke tempat keramba yang diolahnya.
YUSFREYENDI – Bintan
Hampir pukul 09.30 wib, La Ode masih duduk di atas
kapal motor (pompong) kecilnya sambil menatap ke arah Pokcai. Di atas
gubuk keramba Teripang, La Ode merasa gundah ketika Pokcai belum menuju
ke arahnya. Itu pertanda, rombongan pejabat Bintan belum datang.
Handphone di tangan kanannya langsung berdering, sebuah nomor tidak
dikenal muncul. Namun, panggilan itu langsung diterima La Ode. Hanya
beberapa patah kata, La Ode langsung menuju ke pantai Selat Bintan I
dengan menggunakan pompong ukuran 3 GT dengan kapasitas muatan sekitar 5
orang.
Meski yang datang hanya Kepala Dinas Tenaga Kerja Bintan, Hasfarizal
Handra, wajah La Ode tampak ceria. Pompong yang dibawanya langsung
ditambat di pelabuhan rakyat (pelantar) kayu yang hampir reot. Pompong
langsung oleng ketika Hasfarizal Handra menginjakan kakinya di bagian
depan. Sedikitpun tidak terlihat ada penyesalan dari wajah La Ode,
meskipun hanya beberapa orang tamu yang datang. La Ode tidak lagi
berharap Pokcai yang disewa mendatangi kerambanya.
“Jangan kuatir pak, pompong dijamin aman menuju keramba teripang
kami,” sebut La Ode yang sudah mengenal Hasfarizal ketika masih menjadi
anggota Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (SP3) tahun lalu.
Dengan muatan 6 orang penumpang, pompong kecil La Ode langsung menuju
ke arah keramba budidaya teripang yang biasa disebut masyarakat pribumi
Bintan dengan Gamat tersebut. Tidak sampai 15 menit, pompong sudah
berada sekitar 1 mil dari bibir pantai. Saat itu pula, pompong sudah
berada di atas keramba budidaya teripang yang dikelola La Ode. Belum
berpindah tempat dari pompong, La Ode justru membuka bajunya sambil
mengambil kaca mata selam. Dengan hati-hati agar pompong tidak
tenggelam, La Ode si pria lajang itu menelusuri pinggiran perahu. Tidak
terlalu sulit, La Ode langsung menyelam ke dasar laut.
Tidak sampai satu menit, La Ode kembali ke permukaan laut sambil
tertawa kecil. Di tangannya terlihat beberapa ekor teripang dengan
ukuran masing-masing 800 gram. Usai menyerahkan teripang ke tangan
Kadisnaker Bintan, La Ode kembali menyelam. Tanpa disadari, ratusan ekor
teripang sudah dipanen. Jika dihitung hampir mencapai 300 kg teripang
basah diperlihatkan La Ode kepada Hasfarizal.
Usai mandi air tawar, La Ode kembali tersenyum. Ia hanya bisa
menunjukan batas keramba teripang ukuran 22 x 16 meter yang ada di gubuk
kecilnya. Dari luas keramba yang ada, pria dengan rambut gondrong
tersebut hanya menjelaskan jika lokasi itu dibagi menjadi 3 blok. Blok
pertama untuk pembibitan awal dengan ukuran berat Teripang 20-80 gram.
Sedangkan blok kedua untuk pemeliharaan atau pembesaran dengan bobot
Teripang 150-250 gram. Sementara, blok ketiga untuk pembesaran Teripang
yang siap panen dengan bobot di atas 500 gram.
La ode tertawa kecil tatkala dikatakan sebagai sarjana perikanan yang
benar-benar mengetahui dan tertarik untuk membudidayakan Teripang atau
Gamat di Selat Bintan I Desa Pengujan Kecamatan Teluk Bintan tersebut.
Tanpa malu-malu La Ode menyatakan dirinya merupakan Sarjana Ilmu
Pemerintahan STISPOL Tanjugpinang. Dari sisi ilmu, gelar SSos yang
disandang La Ode benar-benar tidak ada kaitannya dengan budidaya
teripang.
“Saya tertantang mencoba budidaya Teripang karena Pemkab Bintan sudah
dua kali mengalami kegagalan ujicoba budidaya sebelumnya. Sementara,
potensi Teripang di Bintan sangat besar. Jenis Teripang Pasir yang ada
di Bintan memiliki nilai ekonomis yang tinggi,” tuturnya kepada
Tanjungpinang Pos.
Niat La Ode dalam membudidayakan teripang Pasir tidak hanya sekedar
obrolan kosong disaat ujicoba yang dilakukan pemerintah gagal. La ode
mendatangkan sahabatnya lulusan Universitas Hasanuddin (Unhas)
Makasar-Sulsel. Dari sang sahabat, La ode mengetahui bagaimana melakukan
budidaya yang tepat untuk Teripang. Mulai dari penyediaan keramba,
pengumpulan bibit, pemberian pakan mikro organisme, perawatan dan
pemberian vitamin dilakukan dengan telaten.
Tanpa disadari, kini ujicoba budidaya teripang itu sudah berjalan 8
bulan. Hanya saja, bibit dari ujicoba yang dilakukan La Ode masih dari
pengumpulan masyarakat nelayan setempat. Selama satu siklus budidaya
Teripang itu, kini La Ode sudah menjual 400 Teripang dengan tingkat
kegagalan budidaya hanya 1 persen. Dari 400 ekor Teripang yang dipanen
sekarang, La Ode memperkirakan akan menghasilkan kurang lebih 300 kg
Teripang basah.
Teripang tersebut akan diolah lagi dengan melakukan perebusan dengan
daun mengkudu atau pepaya untuk menghilangkan zat kapur. Selanjutnya,
Teripang dijemur sampai dengan kadar air rendah. Diperkirakan, La Ode
akan menjual antara 15 sampai dengan 17 kg Teripang kering. Saat ini
penadah lokal masih membeli teripang kering dengan harga Rp1,5 juta per
kilogram.
“Minimal saya akan terima hasil penjualan Teripang kering sekitar
Rp22,5 juta. Kalau cost yang dikeluarkan selama membudidaya teripang
ini, sekitar 25 persen dari harga jual itu. Saya sudah hitung-hitung,
budidaya teripang lebih untung dibandingkan budidaya ikan kerapu,” sebut
La Ode.
Soalnya, jika budidaya dijalani secara profesional, setiap satu meter
persegi diisi 5 ekor Teripang. Dengan keramba ukuran 22 x 16 meter,
minimal bisa membudidayakan sebanyak 4.000 teripang atau 10 kali lipat
dibandingkan ujicoba yang dijalani La Ode sekarang. Dari 4.000 ekor
teripang bisa menghasilkan uang sedikitnya Rp220 juta per satu siklus
Teripang atau satu tahun. Untuk mendapatkan keuntungan lebih besar,
teripang kering lebih memiliki nilai ekonomis jika diekspor ke
Singapura. Harga jual teripang kering di Singapura saat ini berkisar Rp4
juta per kilogram atau lebih dari dua kali lipat dari harga jual lokal.
Di Selat Bintan, tingkat kematian Teripang sangat rendah. Bahkan
lebih meringankan dalam pemberian pakan pada saat angin dan gelombang
kuat. Teripang akan lebih cepat jika air laut bergelombang, karena
makanan mikro organisme tersedia dari lumpur. Beda dengan Kerapu yang
justru akan mati atau menderita sakit disaat air laut kerut.
“Saya belum menentukan sikap apakah akan melanjutkan budidaya
Teripang ini atau sampai ujicoba sekarang saja. Saya butuh modal dan
melihat respon dari pemerintah daerah dulu,” ujar La Ode.
Tanpa terasa, bayangan matahari sudah di atas kepala. Pompong La Ode
kembali merapat ke bibir pantai guna mengantar Kepala Hasfarizal Handra.
Dari tatapan mata La Ode jelas terlihat puas dengan kunjungan pejabat
Pemkab Bintan tersebut. Tidak cukup di atas pelantar kayu Selat Bintan
I, La Ode alumni SMP Sri Bintan dan MAN Tanjungpinang itu melambaikan
tangan sampai mobil dinas pemerintah menghilang di antara kebun kelapa
masyarakat pesisir Teluk Bintan tersebut.
Hasfarizal Handra mengatakan, Teripang memiliki pangsa pasar yang
cukup tinggi di Singapura maupun di daerah lokal. Pasalnya, hewan laut
langka tersebut banyak khasiat dan mengandung protein yang sangat
tinggi. Di Singapura, Teripang kering tidak saja diolah menjadi makanan
di perhotelan mewah. Lebih dari itu, Teripang dijadikan bahan baku untuk
obat-obatan dan konsumen kesehatan lainnya.
“Pemkab Bintan berharap teripang akan menjadi potensi yang
dikembangkan ke depan. Selain memberikan nilai ekonomis bagi nelayan,
juga membuka peluang kerja,” demikian Hasfarizal Handra.
***